Kalbar  

Gakkum Tangkap Dua Bos Kayu Ilegal di Ketapang: Dugaan Penggelapan Pajak dan TPPU Menguat

"Ilustrasi - Gakkum KLHK tangkap Direktur dan Komisaris PT Boma Resources di Ketapang terkait pembalakan liar. (Dok. Fakta Group)"
Ilustrasi - Gakkum KLHK tangkap Direktur dan Komisaris PT Boma Resources di Ketapang terkait pembalakan liar. (Dok. Fakta Group)

KALIMANTAN BARAT – Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan berhasil melumpuhkan dua aktor intelektual utama dalam kasus pembalakan liar di Ketapang, Kalimantan Barat.

Keduanya adalah MHW (42) dan SH alias ANT (50), yang masing-masing menjabat sebagai Direktur dan Komisaris PT Boma Resources (sebelumnya disebut PT BR), sebuah perusahaan yang diduga kuat menjadi dalang di balik distribusi ratusan meter kubik kayu ilegal dari kawasan hutan produksi terbatas.

Penangkapan ini, yang diumumkan resmi oleh Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum KLHK) Senin, (21/7/2025), menjadi respons atas sorotan tajam publik dan desakan keras dari tokoh adat Dayak Kalimantan Barat yang mengutuk lemahnya penindakan terhadap mafia kayu.

Modus Operandi: Pemalsuan Dokumen dan Jaringan Tersembunyi

Dari hasil penyelidikan awal, PT Boma Resources diduga memalsukan dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) dan dokumen angkutan kayu.

Baca Juga: Bupati Alexander Wilyo Kawal Pemekaran Tiga DOB di Ketapang untuk Pemerataan Pembangunan

Modus ini digunakan untuk menutupi asal-usul ratusan kubik kayu balok besar yang jelas-jelas berasal dari kawasan hutan produksi terbatas tanpa izin yang sah.

Kayu-kayu gelondongan tersebut, yang diamankan di dermaga PT BSM New Material, diduga akan dijadikan bahan baku pada industri pengolahan kayu milik perusahaan pengolahan kayu asal Cina tersebut.

Distribusi kayu ilegal ini dilakukan melalui jalur darat dan sungai ke sejumlah wilayah di luar Ketapang. Namun, hingga kini Gakkum belum mengungkap secara terbuka identitas industri penerima dan jaringan bisnis yang lebih luas yang terlibat dalam kejahatan lingkungan ini.

Kasus ini terungkap berawal dari pengembangan penyidikan terhadap tersangka berinisial SDS, operator SIPUHH PT Boma Resources, yang mengaku disuruh MHW untuk menerbitkan dokumen palsu guna melegalkan pengangkutan kayu.

Baca Juga: Malam Kenal Pamit Kapolres Ketapang, Tongkat Komando Resmi Beralih

Ancaman Hukuman Berlapis: Dari Perusakan Hutan hingga Pencucian Uang

Kedua tersangka dijerat dengan sejumlah pasal pidana serius yang mengancam hukuman berat:

  • Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan: Khususnya Pasal 12 huruf e dan f, serta Pasal 94 Ayat (1) huruf a dan b, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
  • Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan: Pasal 39 Ayat (1), terkait dugaan penggelapan pajak melalui laporan tidak benar atau dokumen fiktif, dengan ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara dan denda hingga empat kali jumlah pajak yang tidak dibayar.
  • Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU): Pasal 3 dan 4, terkait dugaan penggunaan dana hasil kejahatan kehutanan dan transaksi ilegal, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar.

Desakan Publik dan Tokoh Adat: Bebaskan Buruh, Tangkap Pemilik Modal!

Keberhasilan penangkapan ini dipicu oleh desakan keras dari tokoh adat Dayak Kalimantan Barat, Datok Laway alias Panglima Bunga.

Ia mengutuk keras ketimpangan hukum, di mana sebelumnya tiga pekerja penarik rakit kayu terlebih dahulu ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Padahal, mereka disebut hanya sebagai buruh harian lepas tanpa peran pengambil keputusan.

“Tangkap yang menyuruh, bukan yang disuruh. Rakyat kecil hanya mencari makan. Pelaku intelektualnya itu yang harus diproses!” tegas Datok Laway dalam pernyataan tertulisnya.

Warga Ketapang juga mempertanyakan mengapa hingga kini tidak ada transparansi mengenai alur distribusi kayu dan penerima manfaat ekonomi dari hasil kejahatan lingkungan tersebut.

Mereka menilai bahwa penegakan hukum masih belum menyentuh aktor besar lain dalam rantai distribusi dan pencucian uang hasil kejahatan hutan.

Tokoh adat dan organisasi sipil di Ketapang mendesak agar Gakkum segera membebaskan tiga pekerja penarik rakit yang ditahan.

Mereka juga menuntut dibentuknya tim independen untuk menyelidiki dugaan keterlibatan pihak lain, termasuk pengusaha pembeli, pemilik industri kayu, hingga oknum pejabat yang diduga ikut melindungi aktivitas ilegal ini.

“Penegakan hukum harus adil dan transparan. Jangan berhenti pada pelaku lokal. Mafia besar, penerima hasil, dan pelindungnya harus dibongkar,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.

Baca Juga: Polairud Polres Ketapang Sambangi Nelayan di Sukabangun, Imbau Waspada dan Utamakan Keselamatan

Komitmen KLHK dan Langkah Hukum Lanjutan

Dirjen Penegakan Hukum Kehutanan Kementerian Kehutanan, Dwi Januato Nurgroho, menegaskan komitmen tegas dan konsisten Kementerian Kehutanan untuk menindak pelaku kejahatan kehutanan yang merugikan negara dan mengancam kehidupan masyarakat.

“Penindakan ini penting kita lakukan untuk menyelamatkan sumber daya alam hutan dan kerugian negara, serta untuk memenuhi komitmen Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim. Kekayaan bangsa Indonesia ini harus kita pastikan keberlanjutannya dan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat,” kata Dwi Januato.

Pada kesempatan itu, Kementerian Kehutanan mengimbau seluruh pelaku usaha kehutanan untuk selalu mematuhi dan mengikuti setiap prosedur maupun tahapan penatausahaan hasil sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penasihat hukum dari Kantor Hukum M.J. Samosir & Partners saat ini sedang menyiapkan langkah hukum lanjutan, berupa pengajuan laporan pidana terkait dugaan pemalsuan dokumen, serta pengaduan ke institusi militer atas dugaan pelanggaran etik oleh Supriyadi sebagai personel aktif TNI yang diduga terlibat.

Hingga berita ini diterbitkan, redaksi masih berupaya memperoleh konfirmasi dari pihak Balai Gakkum Kalimantan, Dinas Kehutanan Kalbar, dan PPATK terkait kemungkinan pelacakan aliran dana dalam transaksi kayu ilegal tersebut.

(*Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *